Cerahnya Bisnis Klinik Kecantikan di Tahun 2019 - Perawatan estetika di klinik kecantikan sudah menjadi gaya hidup masyarakat modern saat ini. Kebutuhan untuk melakukan terapi kecantikan tidak hanya pada orang dewasa tapi juga trennya bergeser kepada generasi milenial.
Melihat
pasar yang sangat besar, bisnis klinik kecantikan dianggap sangat prospektif.
"Tidak
hanya orang berumur tapi bergeser ke milenial. Ini tren baru, terutama di
kota-kota besar," ujar Deputi CEO Markplus Inc, Jacky Mussry.
Untuk
produk kecantikan Jacky menambahkan, ada kecenderungan orang tetap mencari dan
membeli meskipun sebetulnya mereka sudah memiliki produk kecantikan tertentu.
Hal itu
tak hanya terjadi pada produk perawatan kecantikan, tapi juga beberapa produk
lainnya seperti parfum, liburan, fashion, dan sepatu olahraga.
"Orang
sudah pernah membeli (produk) itu tapi di sisi lain masih punya intensi untuk
membeli lagi. Jadi bisnis ini sangat menjanjikan," kata dia.
Angka
pertumbuhan pengguna produk kecantikan dinilai cukup tinggi, yakni mencapai
10,6 persen di Indonesia. Lebih tinggi dari rata-rata dunia, yakni 5 persen.
Permintaan masyarakat untuk perawatan kecantikan juga tinggi, tak hanya bagi
perempuan namun juga konsumen laki-laki.
Hal senada
diungkapkan President Director Miracle Group, dr Lanny Juniarti. Tren perawatan
kecantikan non-bedah terus meningkat. Setidaknya, dalam empat tahun terakhir,
kenaikannya berkisar 15 persen.
Hal ini
dipicu pula dengan semakin berkembangnya teknologi dan keinginan masyarakat
semakin tinggi dalam hal menggunggah foto atau video dirinya.
"Yang
ingin update sekarang tidak hanya selebriti. Orang awam juga ingin semakin
eksis, semakin diterima secara sosial sebagai bagian dari komunitasnya.
Kecantikan ini sudah menjadi lifestyle," tuturnya.
Advokasi produk menjadi salah satu hal yang paling ditekankan jika ingin sukses
dalam bisnis ini. Jacky menjelaskan, advokasi erat kaitannya dengan pengenalan
masyarakat terhadap sebuah produk sehingga konsumen bisa menyarankan kepada
orang lain untuk memakai produk tersebut walau ia sendiri tak menggunakannya.
"Menariknya,
kadang dikira orang dia sudah nyoba. Tapi ternyata enggak juga. Menarik kan?
Enggak punya produknya tapi mengadvokasi. Jadi dimulai dari awareness,"
tuturnya.
Kiat
sukses lain adalah membuat diferensiasi produk untuk memenangkan pasar. Sebab,
produk yang sama bisa jadi sudah dibuat oleh banyak kompetitor lain.
"Jadi
generik dan perang harga. Makanya banyak klinik yang perlu memikirkan apa nih
diferensiasinya. Bukan sembarang diferensiasi tapi yang tidak mudah ditiru
kompetitor," ujarnya.
Dalam
bidang lain, ia mencontohkan gerai kopi Starbucks. "Kita beli kopi tubruk
di warung Rp 5000. Tapi kopi yang sama kita beli di Starbucks bisa Rp 50 ribu.
Karena ada diferensiasinya, misalnya ada wifi, cara pembuatan kopi yang khusus,
dan lainnya yang tidak mudah ditiru. Ini kunci memenangkan persaingan,"
ujarnya.
Namun, hal
itu bukan tanpa tantangan. Beberapa tantangan tersebut di antaranya perubahan
pasar yang sangat tidak stabil, keinginan konsumen yang semakin kompleks hingga
bagaimana membuat produk kita tetap bertahan.
"Kita
harus menciptakan daya tarik melalui awareness dan rasa ingin tahu. Sekarang,
orang makin 'kepo' . Kita harus lebih sensitif dengan rasa ingin tahu
ini," tuturnya.